Berita bola terupdate:Paris Saint Germain PSG.Lima tahun telah berlalu sejak malam penuh harap di Lisbon, ketika Paris Saint-Germain (PSG) mencapai final Liga Champions UEFA untuk pertama kalinya dalam sejarah klub. Pada 23 Agustus 2020, PSG berhadapan dengan Bayern Munchen di Estádio da Luz, Portugal. Meski tampil cukup baik, tim asuhan Thomas Tuchel kala itu harus mengakui keunggulan Bayern lewat gol tunggal Kingsley Coman.
Hari itu menjadi tonggak penting dalam sejarah PSG—sebuah simbol dari kemajuan luar biasa sejak kepemilikan Qatar Sports Investments (QSI) mengambil alih klub pada 2011. Namun, kini, lima tahun berselang, dunia dan wajah PSG telah banyak berubah.
Kilas Balik ke Lisbon 2020
Paris Saint Germain PSG.Final Liga Champions 2020 adalah momen puncak dari era Neymar dan Kylian Mbappé sebagai duet utama PSG. Keduanya tampil sebagai bintang, didukung pemain seperti Ángel Di María, Thiago Silva, Marquinhos, dan Keylor Navas. PSG mencapai final setelah menyingkirkan tim-tim kuat seperti Atalanta dan RB Leipzig di babak gugur.
Namun, kekalahan 0-1 dari Bayern menjadi pukulan telak. Banyak pengamat menganggap PSG “sangat dekat” namun “belum cukup siap secara mental dan kolektif” untuk menjuarai Eropa.
Perubahan Besar dalam 5 Tahun
Sejak final di Lisbon, PSG mengalami banyak perubahan signifikan—baik di dalam maupun luar lapangan:
1. Transformasi Komposisi Tim
Setelah 2020, PSG terus berinvestasi besar dalam mendatangkan pemain bintang. Lionel Messi bergabung pada 2021, menjadikan trio Messi-Neymar-Mbappé sebagai daya tarik global. Namun, proyek galactico ini gagal memberikan trofi Liga Champions. Messi dan Neymar kini sudah hengkang, dengan Messi pindah ke Inter Miami dan Neymar ke Al-Hilal.
Mbappé, ikon generasi baru PSG, juga meninggalkan klub pada musim panas 2024, membuka lembaran baru bagi klub asal Paris.
2. Perubahan Filosofi dan Pelatih
Thomas Tuchel dipecat pada akhir 2020 dan digantikan oleh Mauricio Pochettino, lalu Christophe Galtier, dan kini Luis Enrique menjadi arsitek terbaru. PSG juga beralih dari filosofi “superstar individu” menjadi pendekatan lebih kolektif, mengandalkan pemain muda, bakat lokal, dan gaya bermain berbasis struktur taktik.
Luis Enrique, mantan pelatih Spanyol dan Barcelona, dipercaya membangun ulang tim dengan pendekatan jangka panjang.
3. Performa Eropa dan Domestik
Meskipun PSG masih dominan di Ligue 1, mereka gagal mengulang pencapaian 2020 di Liga Champions. Mereka sempat tersingkir di babak 16 besar atau perempat final secara beruntun dalam beberapa musim. Ini memunculkan kritik terhadap manajemen dan arah klub.
Namun pada musim 2024/2025, PSG menunjukkan tanda-tanda positif. Dengan skuad muda dan taktik lebih stabil, mereka berhasil mencapai semifinal Liga Champions—sebuah langkah maju setelah bertahun-tahun stagnan.
Lima Tahun Setelah Lisbon: Apa Selanjutnya?
PSG saat ini berada di persimpangan penting. Tanpa trio Neymar-Mbappé-Messi, klub kini fokus pada regenerasi, stabilitas taktik, dan pengembangan akademi. Nama-nama seperti Warren Zaïre-Emery, Bradley Barcola, dan Xavi Simons menjadi andalan baru.
Dari segi strategi bisnis, PSG juga mengurangi ketergantungan pada transfer besar dan mulai membangun identitas klub yang lebih “Prancis” serta “berakar lokal”. Ini juga membantu mereka dalam regulasi Financial Fair Play UEFA.
Kesimpulan
Lima tahun setelah malam penuh harapan di Lisbon, PSG telah melalui masa transisi yang kompleks. Dari kegagalan proyek megabintang hingga pergeseran menuju pendekatan tim yang lebih kolektif, perjalanan PSG menjadi studi kasus menarik dalam dunia sepak bola modern.
Apakah PSG akan kembali ke final Liga Champions dalam waktu dekat? Tidak ada jawaban pasti. Namun, satu hal jelas: PSG kini sedang membangun bukan hanya tim juara, tetapi juga identitas klub yang lebih berkelanjutan.
